Apakah Perpu Nomor 2 Tahun 2022 membela Kepentingan Masyarakat?
Baru-baru ini masyarakat khsusunya Pekerja/Buruh terkejut dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 2 Tahun 2022 tentnag Cipta Kerja Pada tanggal 30 Desember 2023. Perpu tersebut dikeluarkan berawal dari adanya putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 91/PUU-XVIII/2020 tanggal 25 November 2021 yang dalam amar putusannya menyatakan bahwa Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja bertentangan dengan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan”, Mahkamah Konstitusi juga memerintahkan kepada pembentuk undang-undang (Presiden dan DPR) untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan dan apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.
Jika kita mengacu kepada aturan undang-undang yang ada di Indonesia, memang Secara Konstitusi mengeluarkan Perpu oleh presiden diperbolehkan, hal tersebut mengacu pada Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD NRI Tahun 1945) yang menyebutkan bahwa: “Dalam hal ikhwal kegentingan yang memaksa, Presiden berhak menetapkan Peraturan Pemerintah sebagai Pengganti Undang-undang”. Selain itu, ditegaskan juga dalam pasal 1 angka 4 Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang No. 15 Tahun 2019 dan terakhir diubah dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan menyatakan bahwa: “Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang adalah Peraturan Perundang-undangan yang ditetapkan oleh Presiden dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa”. Melihat dari aturan-aturan tersebut memang secara hukum Presiden memiliki kewenangan untuk mengeluarkan Perpu. Tetapi kemudian pertanyaannya adalah, apakah momentum mengeluarkan perpu tersebut sudah tepat atau belum? apakah isi dari Perpu tersebut sudah mengakomodir kepentingan pihak-pihak terkait atau belum?
Jika kita melihat Perpu Nomor 2 tahun 2022 tersebut, secara isi 90% sama dengan Undang-Undang Cipta Kerja yang inkonstitusional. Masih banyak pasal-pasal dalam perpu tersebut yang merugikan masyarakat khususnya para Pekerja/Buruh. Kita ambil contoh tentang ketenagakerjaan, kepastian hukum bagi pekerja Tidak Tetap/Kontrak menjadi pekerja Tetap tidak ada kejelasan. Dalam Perpu tersebut masih tidak mengakomodir kepastian hukum bagi pekerja yang awalnya Tidak Tetap/Kontrak menjadi pekerja Tetap, sehingga tidak menutup kemungkinan pekerja Tidak Tetap/Kontrak bisa selama-lamanya tidak menjadi Pekerja Tetap. Jika kita membandingkan dalam undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan sangat jelas dan tegas menjelaskan bahwa jika pekerja Tidak Tetap/Kontrak dipekerjakan lebih dari kontraknya, maka pekerja tersebut secara hukum menajdi Pekerja Tetap. Itu hanya salah satu contoh tentang isi yang belum mencerminkan pembelaan terhadap pekerja/buruh. Padahal inti dari aturan itu adalah memberikan kesejahteraan kepada Masyarakat khususnya pekerja/buruh atau minimal menyamakan hak dan kewajiban masing-masning. Jangan sampai aturan yang dibuat tersebut memihak salah satunya. Ini bukan persoalan benar atau salah dikeluarkannya Perpu oleh pemerintah, tetapi soal isi yang ada didalamnya apakah sudah membela dan melindungi hak-hak masyarakat khususnya pekerja/buruh atau beluam. Atau justru lebih menindas dan menyengsarakan masyarakat khsusunya pekerja atau buruh. Mengenai aturan yang dibuat berbentuk Perpu maupuan Undang-Undang itu tidak persoalan, yang terpenting adalah aturan tersebut dapat memberikan kesejahteraan bagi masyarakat khususnya pekerja/buruh.
Oleh karena itu, pemerintah harus betul-betul membuat aturan yang objective. Aturan dibuat untuk keberlangsungan dan kebersamaan, untuk menjaga perekonomian, dan untuk mensejahterakan. Kita masih berharap kepada pemerintah supaya membuka hati agar bisa melihat nasib-nasib para pekrja/buruh yang ada dibawah yang sangat menggantungkan kepada kebijakan pemerintah. Masyarakat khususnya pekerja/buruh tidak memiliki rasa ingin menang sendiri, tetapi ingin bersinergi dengan pekerja, pemberi kerja dan pemerintah untuk menjalin keharmonisan. Jangan sampai ulah dari pemerintah dan para pemberi kerja menjadi murkanya masyarakat, sehingga menimbulkan kekisruhan dan ketidak kepercayaan kepada Pemerintah. Dengan sudah dikeluarkannya perpu tersebut, pemerintah harus menggunakan cara lain untuk dapat mengakomodir aspirasi dari masyarakat demi keharmonisan bersama. prinsip negara demokrasi yaitu pemerintahan diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat.
Oleh:
ANA RIANA, S.H., M.H., CTL., C.Me
(Advokat, Dosen Universitas Proklamsi 45 dan Mahasiswa Doktor Ilmu Syariah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)